Search This Blog

Friday, 29 April 2016

Kondisi dan Komponen Fisik dalam Cabang olahraga tenis meja

                                         Tugas Mata Kuliah Metodologi Kepelatihan
Kondisi dan Komponen Fisik dalam Cabang olahraga tenis meja


PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang
Tenis meja merupakan olahraga yang dimainkan oleh 2 orang di atas meja.olaharag ini sederhana namun banyak kondisi fisik yang harus diperhatikan apalagi cabang olahraga tenis meja merupakan olahraga yang cukup banyak peminatnya di Indonesia. Dengan semakin banyaknya klub cabang olahraga tenis meja di berbagai wilayah di desa maupun di kota-kota, di sekolah-sekolah sampai perguruan tinggi. Cabang olahraga tenis meja bukan merupakan olahraga yang mahal, semua orang bisa bermain baik kaya maupun miskin semua dapat bermain olahraga ini. Sepintas cabang olahraga tenis meja merupakan olahraga yang sederhana dan mudah di pelajari tetapi apabila kita mempelajari lebih dalam, cabang olahraga tenis meja merupakan olahraga dengan gerakan-gerakan yang kompleks. Permainan cabang olahraga tenis meja merupakan salah satu dari cabang olahraga permainan yang mempergunakan bola kecil. Permainan cabang olahraga tenis meja dikenal bangsa indonesia kira-kira pada tahun 1930
 Kondisi dan Komponen Fisik dalam Cabang olahraga tenis mejaCabang olahraga tenis meja mempunyai ciri khas tersendiri, hal ini disebabkan karena jenis bola, cara memukul, alat pukul, lapangan dan peraturannya. Cabang olahraga tenis meja merupakan olahraga yang dapat dilakukan di mana sajakarena dengan tinggi meja 76 cm, lebar 1,52 m dan panjang 2,71 m maka olahraga ini tidak terlalu membutuhkan tempat atau ruang yang besar. Dengan bola yang kecil cabang olahraga tenis meja merupakan olahraga yang membutuhkan kecepatan selain itu bet atau racket yang digunakan kedua sisi-sisinya dilapisi karet dengan pantulan yang bervariasi.
Dalam belajar atau berlatih dalam olahraga Cabang olahraga tenis meja atau cabang olahraga lain, banyak hal yang harus diperhatikan. Untuk hal itu perlu adanya pengetahuan akan komponen fisik yang perlu diketahui untuk dipelajari dan diaplikasikan dalam metode latihan cabang olahraga tenis meja, agar metode latihan yang digunakan tepat dan menghasilkan latihan yang maksimal.
Seorang atlet tenis meja atau pemain tenis meja harus memiliki kondisi fisik yang baik untuk menunjang peforma yang baik dan prestasi yang maksimal dalam sebuah kejuaraan.selama ini belum ada atlet  indonesia yang mampu menimbus juara 1 tingkat dunia, hal itu perlu kita kaji apa penyebab dan masalah yang membuat atlet atlet indonsia sulit bersaing di even internasional.   apakah kondisi fisik pemain indonesia masih kuarang atau bagaimana. Selama ini yang menjadi raja dalam olahraga tenis meja adalah cina hampir seluruh peringkat 10 besar dunia di huni oleh pemain pemain china.
Kondisi fisik diartikan sebagai kualitas tubuh seseorang. Kualitas yang dimaksud adalah berupa kesanggupan dalam menjalankan tugas-tugas fisik yang dilakukannya. Apakh ia cukup kuat untuk mengangkat atau memikul beban, apakah ia bias bertahan lama dalam melakukan aktifitas fisik ( bermain tenis dalam waktu yang lama), bisakah ia bergerak cepat dalam melakukan  sesuatu tugas fisiknya saat melakukan antisipasi, apakah ia cukup lentur untuk melakukan gerakan-gerakan dalam bermain, bisakah ia bergerak dengan lincah dalam melakukan tuntutan gerak dalam bermain, apakah ia punya power untuk melakukan pukulan-pukulan keras, dan lain sebagainya.

1.2
22.    HAKEKAT KONDISI FISIK  DAN  ASPEK ASPEK KONDISI FISIK

Kondisi fisik adalah keadaan fisik seseorang pada saat tertentu untuk melakukan suatu pekerjaan yang menjadi beban latihannya. Latihan kondisi fisik adalah suatu proses dalam taraf peningkatan atau pemeliharaan kemampuan fisik yang dijalankan dengan menitikberatkan pada efisiensi kerja faal tubuh. Dimana setiap orang memiliki kondisi fisik yang berbeda tergantung dari jenis kelamin, aktiftas sehari-hari dan lain-lain.
Pendekatan ilmiah dalam melatih merupakan salah kunci untuk meraih kesuksesan dalam dunia kepelatihan sekarang ini, karena dengan bantuan ilmu lainnya yang dikuasai seorang pelatih akan dapat membantu dalam proses pencapaian sasaran yang ditargetkan. Seorang pelatih yang melatih hanya berdasarkan pengalaman saja akan menemui kesulitan dalam mencapai sasaran karena apa yang dialami sejak menjadi atlet itu pula yang dilakukan ketika menjadi pelatih, padahal perkembangan iptek mengalami perkembangan yang pesat. Menurut Pate 1984 (dalam Dwijowinoto 1993:5) mengatakan bahwa, ciri-ciri pelatih yang brwawasan ilmiah yaitu “kemampuan menerima ide-ide baru, mencari jawaban-jawaban ajaib, evaluasi terhadap tehnik baru, serta dalam membuat keputusan selalu didasari atas data-data.[1]
Menuruh Jimbaw, pelatih tim tenis meja Cina 1992 (dalam Kertamanah 2003:45) mengatakan bahwa semakin tinggi kualitas tehnik yang harus dikuasai oleh seorang atlet maka semakin besar pula kebutuhan fisik yang dibutuhkan. Begitu pula dengan kualitas kejuaraan/tournament yang akan diikuti maka semakin besar pula kondisi fisik yang dibutuhkan seorang atlet untuk meraih prestasi di kejuaraan yang diikuti.[2]
Salah satu cara untuk mencapai derajat kondisi fisik yang prima adalah dengan melakukan latihan-latihan fisik. Latihan fisik dapat dilakukan di conditioning training dengan melakukan latihan beban untuk meningkatkan strength, power, daya tahan otot, kecepatan dan unsur fisik lainnya. Pemberian latihan beban sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh seorang atlet pada setiap struktur tubuh digunakan dalam permainan tenis meja. Atlet tenis meja tidak perlu latihan beban dengan memperbesar otot seperti atlet binaraga sehingga membuat atlet kaku dalam melakukan strokes (pukulan) tetapi bagaimana atlet memiliki unsur fisik yang dibutuhkan untuk melakukan pertandingan dalam jangka waktu yang lama.


2.2.1.      Kekuatan (strength)
Pate (1989: 181) menyatakan bahwa kekuatan diartikan sebagai tenaga yang dipakai untuk mengubah keadaan gerak atau bentuk suatu benda. Harsono (1988: 47) mengartikan kekuatan sebagai energy untuk melawan suatu tahanan atau kemampuan untuk membangkitkan tegangan atau tension. Dengan demikian kekuatan adalah kemampuan yang sangat erat hubungannya dengan adanya proses kontraksi otot.
Kekuatan berarti kemampuan untuk mengeluarkan tenaga secara maksimal dalam satu usaha, kemampuan kekuatan berarti terjadinya kontraksi otot pada manusia, menurut Thomas (2000: 5) menyatakan bahwa kontraksi otot manusia terdapat tiga jenis kontraksinya yaitu; statis, konsentris dan eksentris.
2.2.2.               Daya Tahan (endurance)
Daya tahan adalah kemampuan untuk melakukan suatu gerakan atau usaha melewati suatu periode waktu. Harsono (1988) daloam hal ini menyebutkan bahwa :” Daya tahan adalah keadaan atau kondisi tubuh yang mampu bekerja untuk waktu yang lama, tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan setelah menyelesaikan aktifitas tersebut

2.2.3.                         Kelentukan (flexibility)
Kelentukan menurut Setiawan (1991: 114) adalah kemampuan seseorang untuk dapat melakukan gerak dengan ruang gerak seluas-luasnya dalam persendiannya. Faktor utama yang menentukan kelentukan seseorang ialah bentuk sendi, elastisitas otot, dan ligamen. Selanjutnya, menurut Subarjah, “Kelentukan adalah kemampuan melakukan gerakan persendian seluas-luasnya dan keelastisan otot-otot disekitar persendian” (dalam

2.2.4.                   Kecepatan (speed)
                 Menurut Dick (1989) kecepatan merupakan kapasitas gerak dari anggota tubuh atau bagian dari sistem pengungkit tubuh atau kecepatan pergerakan dari seluruh tubuh yang dilaksanakan dalam waktu yang singkat. Speed juga dapat diartikan sebagai Kemampuan tubuh untuk bergerak secepat-cepatnya atau menyelesaikan jarak dengan waktu sesingkat-singkatnya.

2.2.5.               Daya ledak (explosive power)
Daya ledak adalah kekuatan otot yang bekerja dalam waktu singkat. Menurut Bompa (1999 ; 61), power adalah kemampuan otot untuk mengeluarkan kekuatan maksimal dalam waktu yang amat singkat. Menurut Hartono (1988 ; 200) bahwa Power adalah kemampuan otot untuk mangarahkan kekuatan maksimal, dalam waktu yang sangat cepat.

2.2.6.                     Kelincahan (agility)
Widiastuti (2011:125) menyatakan, Kelincahan adalah kemampuan untuk mengubah arah atau posisi tubuh dengan cepat yang dilakukan bersama-sama dengan gerakan lainnya. Disamping itu kelincahan merupakan prasyarat untuk mempelajari dan memperbaiki keterampilan gerak dan teknik olahraga, terutama gerakan-gerakan yang membutuhkan koordinasi gerakan.
Muhajir (2007) kelincahan (agility) adalah Kemampuan seseorang untuk dapat mengubah arah dengan cepat dan tepat pada waktu bergerak tanpa kehilangan keseimbangan. Kelincahan berkaitan dengan tingkat kelentukan. Tanpa kelentukan yang baik seseorang tidak dapat bergerak dengan lincah.

2.2.7.        Kecepatan reaksi (speed reaction)
            Menurut Sukadiyanto (2002: 109) Kecepatan reaksi adalah kemampuan seseorang dalam menjawab suatu rangsangan dalm waktu sesingkat mungkin.
           

2.2.8.      Koordinasi (coordination)
Koordinasi adalah suatu kemampuan biomotorik yang sangat kompleks (Harsono, 1988). Menurut Bompa (1994) koordinasi erat kaitannya dengan kecepatan, kekuatan, daya tahan, dan kelentukan. Oleh karena itu, bentuk latihan koordinasi harus dirancang dan disesuaikan dengan unsur-unsur kecepatan, kekuatan, daya tahan, dan kelentukan.
2.2.9.      Ketepatan (accuracy)
            Ketepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengarahkan sesuatu gerak ke suatu serangan sesuai dengan tujuannya (Suharno HP, 1983:32). Sedangkan menurut Muh Sajoto (1995:9) ketepatan adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan gerak-gerak bebas terhadap suatu sasaran.


2.3. HAKEKAT LATIHAN FISIK DAN PROGRAM LATIHANYA
Latihan fisik merupakan proses berlatih yang sistematis yang dilakukan secara berulang ulang dan kian hari jumlah beban beban latihannya semakin bertambah. Dalam latihan harus dilakukan secara terprogram,sesuai metodis tertentu, terjadwal dan besinambungan dari yang sederhana ke yang lebih komplek. Latihan fisik bertujuan untuk meningkatkan kondisi fisik fisik ,kapasitas fungsional fisik, meningkatkan keterampilan dan prestasi semaksimal mungkin.(Herawati Lilik,  27).
Latihan kondisi fisik merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencapai prestasi, seperti kekuatan, kecepatan, kelincahan, kelentukan dan sebagainya.
Dalam melakukan suatu latihan hruslah terprogram supaya tercapai tujuan dari latuhan trsebut, Program adalah suatu acara yang meliputi proses persiapan, saat melaksanakan dan saat akhir/penyelesaian laporan yang berguna untuk menunjang pelaksanaan rencana latihan. Tegasnya program latihan merupakan pelaksanaan langsung suatu rencana latihan untuk mencapai suatu tujuan (Suharno, 1986:80).
Latihan dalam bahasa indonesia berasal dari dua kata yang sam artinya, training dan exercise dimana keduanya memiliki pengertian yang sangat mnedasar.exercise merupakan latihan yang dilakukan sesasat pada suatu organ tertentu yang efeknya langsung dari aktvitas  fisik yang dilakukan.sedangkan training  merupakan latihan yang berulang ulang sehingga efek yang di timbulkan secara akumulasi


3.1.       UNSUR YANG DI PERLUKAN DALAM TENIS MEJA
Unsur fisik yang dibutuhkan cabang olahraga tenis meja menurut Bompa (1983) yaitu:
1)             Pada bagian bahu diberi latihan kekuatan otot dan kelentukan.
2)             Pada bagian dada diberi latihan kekuatan otot, kecepatan otot dan daya ledak.
3)             Pada bagian lengan lengan diberi latihan daya tahan otot, agilitas dan kelentukan dan kecepatan reaksi serta power
4)             Pada bagian perut diberikan latihan kekuatan dan kecepatan serta
5)             Pada tungkai sebagai penyanggah seluruh bagian tubuh diberi latihan kekuatan, agilitas dan    kelentukan, kecepatan[10]
.
Lebih lanjut bahwa menurut Akbar (2007) menjelaskan tentang besarnya prosentase komponen fisik pada setiap struktur tubuh atlet tenis meja yaitu kekuatan tungkai 22%, kekuatan otot peruk 20%, kekuatan otot lengan 28%, kelincahan 10%, reaksi pergelangan tangan 15% serta koordinasi mata dengn tangan 5%.[11] Dari hasil penelitian tersebut bias dijadikan rujukan untuk sebagai dasar besarnya kondisi fisik yang dibutuhkan atlet tenis meja. Akan tetapi hasil penelitian tersebut tidak mutlat untuk diterapkan karena harus juga memperhatikan kondisi setiap atlet sebagai dasar untuk memberikan latihan fisik.


3.2.           BENTUK BENTUK LATIHAN FISIK

3.2.1.      Kekuatan (strength), adalah ketegangan yang terjadi / kemampuan otot untuk suatu ketahanan akibat suatu beban. Beban itu dapat dari bobot badan sendiri atau dari luar (external resistance). Kekuatan dapat ditingkatkan dengan latihan yang menimbulkan tahanan (resistance exercise), misalnya mengangkat, mendorong dan menarik. Latihan akan memberikan dampak pada peningkatan kekuatan bila beban yang menimbulkan tahanan itu maksimal atau hampir maksimal kekuatan. Namun penambahan beban semakin lama harus semakin meningkat. Jadi tidaklah terhenti pada suatu beban saja, apalagi bila beban itu ringan maka tidaklah terjadi peningkatan atau efek latihan.

NO
BENTUK LATIHAN KEKUATAN
REPETISI
SET
KET
1
Heel/toe Raise (angkat Tumit) 117
20 x
3
…….KG
2
Leg Extension (Luruskan kaki) 229
20 x
3
…….KG
3
Bent Knee Sit Up (Bangun tidur) 301
16 x
3
…….KG
4
Straight Arm Pullover (Tarik lewak kepala) 420
20 x
3
…….KG
5
Push Ups (Tolak tangan ke atas) 422
16 x
3
…….KG
6
Militery Press (Tolak dari bahu) 523
16 x
3
…….KG
7
Reverse Curl (Bengkokkan punggung tangan) 602
16 x
3
…….KG
8
Arm Curl (Bengkakan lengan) 608
16 x
3
…….KG
9
Triceps Extension (Luruskan lengan) 658
20 x
3
…….KG
10
Triceps Curl (Lurus lengan) 660
16 x
3
…….KG
11
Arm Curl (Bengkokkan lengan) 705
12 x
3
…….KG
12
Wrist curl (bengkokkan tangan) 706
16 x
3
…….KG


3.2.2.         Daya Tahan (endurance), adalah keadaan kondisi tubuh yang mampu bekerja untuk waktu yang lama tanpa mengalami merasakan kelelahan yang berarti. Daya tahan erat kaitannya dengan jantung atau pernapasan. Sementara bertambah banyak kerja yang dilakukan, bertambah pula kebutuhan zat asam (O2) dan zat makanan. Zat asam yang didapat melalui pernapasan, kemudian diangkut oleh darah kejaringan otot, berarti jantung yang memompa darah harus bekerja keras. Banyaknya darah yang dipompa dalam satu menit dan jumlah kerut jantung per menit, akan menentukan kemampuan kerja. Untuk meningkatkan daya tahan adalah dengan melakukan kerja yang berlangsung lama, misalnya: lari jarak jauh, berenang, dan lain-lain.

a.         Daya tahan otot (muscle endurance). Daya tahan otot sangat ditentukan oleh dan berhubungan erat dengan kekuatan otot. Oleh karenanya metode untuk mengembangkan daya tahan otot sangat mirip dengan yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan. Dalam latihan mengembangkan daya tahan otot, teknik isotonik dan isokinetik harus dilaksanakan dalam tahanan (beban) yang lebih rendah dari pada latihan kekuatan dan pengulangan yang lebih sering. Sebagai contoh, daya tahan otot dilakukan kira-kira pada tingkat 20 - 25 RM, dan tidak pada 8 - 12 RM seperti yang disarankan untuk mengembangkan kekuatan. Sedangkan dalam mengembangkan daya tahan otot melalui teknik isometrik, kontraksi yang kuat haruslah ditahan selama 10 - 20 detik atau lebih.
b. Daya tahan jantung-pernapasan-peredaran darah (respiratori-cardio-vasculatoir endurance). Peningkatan daya tahan jantung-pernapasan-peredaran darah terutama dapat dicapai melalui peningkatan tenaga aerobik maksimal (VO2 maks) dan ambang anaerobik. Menurut Soekarman (1987) sebaiknya untuk meningkatkan VO2 maks dilakukan latihan anaerobik dengan interval istirahat. Maka dari itu, pelaksanaan latihan daya tahan jantung-pernapasan-peredaran darah selalu terkait dengan tenaga aerobik dan anaerobik, yang mana unsur tersebut selalu terkait pula dengan sistem energi yang diperlukan. Hal di atas tidak akan banyak dijelaskan disini oleh penulis, karena akan dijelaskan dalam materi ilmu faal olahraga.

NO.
BENTUK LATIHAN DAYA TAHAN
KETERANGAN
1
Circuit training
Dengan beban ringan tetapi repetisi diatas 16
2
Weight training
 Dilaboratorium
3
Fartlet
Dengan berbeban bentuk latihan
4
Latihan bayangan Rompi berbeban / bet berbeban
Dilakukan di bak berpasir untuk melatih fookwork 



5
Interval training
6
Skiping 1-1, 2-1, pakai beban












3.2.3.     Kelentukan (flexibility) adalah luas gerak persendian atau kemampuan seseorang untuk menggerakkan anggota badan pada luas gerak tertentu pada suatu persendian, Kelenturan dapat ditingkatkan dengan bentuk/macam latihan mengayun, memutar, meregang dan "memantul-mantulkan" atau "mengguncang"
            Ciri-ciri latihan kelentukan adalah : (1) meregang persendian, (2) mengulur sekelompok otot. Kelentukan ini sangat diperlukan oleh setiap atlet agar mereka mudah untuk mempelajari berbagai gerak, meningkatkan keterampilan, mengurangi resiko cedera, dan mengoptimalkan ekuatan, kecepatan, dan koordinasi.


NO.
BENTUK LATIHAN KELENTUKAN
KETERANGAN
1
Peregangan Dinamis (dynamic stretch) atau peregangan balistik
Menggerak-gerakkan memutar atau memantul-mantulkan anggota tubuh
2
Peregangan Statis (Static stretching)
Meregangkan otot tertentu dengan menahan beberapa detik
3
Peregangan pasif (Passive stretching)
Meregangkan otot dengan dibantu oleh seseorang dengan cara mendorong


3.2.4. Kecepatan (speed),
  Menurut Dick (1989) kecepatan adalah kapasitas gerak dari anggota tubuh atau bagian dari sistem pengungkit tubuh atau kecepatan pergerakan dari seluruh tubuh yang dilaksanakan dalam waktu yang singkat. Terdapat dua tipe kecepatan yaitu (1) kecepatan reaksi adalah kapasitas awal pergerakan tubuh untuk menerima rangsangan secara tiba-tiba atau cepat, dan (2) kecepatan bergerak adalah kecepatan berkontraksi dari beberapa otot untuk menggerakan anggota tubuh secara cepat (Bloomfield, Ackland, dan Elliot, 1994) .
Terdapat 6 wilayah yang dapat meningkatkan kecepatan (Dick, 1989) , antara lain :
a. Melatih reaksi dengan sinyal
b. Mempercepat kapasitas gerak
c. Kapasitas untuk mengatur keseimbangan kecepatan
d. Meningkatkan prestasi dari kecepatan maksimum
e. Kapasitas mempertahankan kecepatan maksimum
f. Kapasitas akhir dari pengaruh faktor daya tahan pada kecepatan
Latihan kecepatan sebaiknya diberikan pada program pre-season setelah atlet memiliki kekuatan, kelentukan, dan daya tahan yang cukup (Harsono, 1988).


NO.
BENTUK LATIHAN KECEPATAN
KETERANGAN
1
Interval training
Lari 40 - 60 meter
2
Lari akselerasi
Mulai lambat makin lama makin cepat.
3
Lari naik bukit
Lari 50 m deselerasi 30 meter
4
Lari turun bukit
Mengikuti intruksi yang diminta
5
Latihan bayangan dengan intruksi
Latihan bola banyak dengan penekanan kecepatan berbalik arah
6
Latihan bola banyak
Kecepatan balik badan












3.2.5.         Daya ledak (explosive power)
Power adalah kemampuan otot untuk mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat. Power sangat penting untuk cabang-cabang olahraga yang memerlukan eksplosif, seperti lari sprint, nomor-nomor lempar dalam atletik, atau cabang-cabang olahraga yang gerakannya didominasi oleh meloncat seperti dalam bola voli, dan juga pada bulutangkis, dan olahraga sejenisnya.
Menurut Bucher (Harsono, 1988) dikatakan bahwa seorang individu yang mempunyai power adalah orang yang memiliki : (a) derajat kekuatan otot yang tinggi, (b) derajat kecepatan yang tinggi, dan (c) derajat yang tinggi dalam keterampilan mengabungkan kecepatan dan kekuatan otot. Beberapa bentuk latihan untuk mengembangkan power diantaranya adalah dengan melakukan latihan beban/barbels (12 - 16 RM), atau latihan kekuatan (8 - 12 RM) dan dilanjutkan dengan latihan kecepatan.
Dapat pula melakukan latihan pliometrik, yaitu latihan yang dilakukan dengan cara meregangkan (memanjangkan) otot tertentu sebelum mengkontraksikannya (memendekan) secara eksplosif.
Jika ingin meningkatkan power pada kelompok otot tertentu kita harus meregangkan kelompok otot tersebut kemudian secara eksplosif segera memendekan otot tersebut.
Program latihan pliometrik biasanya lebih efektif bila dibandingkan dengan latihan squats atau squatjump dalam hal mengembangkan daya ledak otot tungkai. Namun latihan ini harus dilakukan dengan hati-hati, sebab jika ototnya belum kuat akan mudah terkena cedera. Sebagai patokan saja apabila akan melakukan latihan pliometrik pada tungkai, maka kekuatan otot tungkai harus mampu mengangkat 1 1/2 berat badan.


Beberapa bentuk latihan pliometrik khusus untuk tungkai adalah sebagai berikut
a. Lompat kodok (frog leap); dari sikap jongkok menolak dengan kedua kaki ke atas dan depan sejauh-jauhnya.
b. Jingkat; berjingkat-jingkat pada satu kaki dengan menekankan pada tinggi dan jauhnya lompatan.
c. Hop; memantul-mantul sejauh mungkin dengan kedua kaki bergantian.
d. Lompat dari ketinggian (Depth jump); lompat dari atas bangku atau meja dan mendarat dilantai dengan tungkai dibengkokan (mengeper).

3.2.6.         Kelincahan (agility) adalah kemampuan bergerak keberbagai arah dengan cepat, berlanjut/berulang tanpa kehilangan keseimbangan. Ketangkasan adalah berpaduan dari kecepatan, kekuatan, reaksi, keseimbangan dan koordiansi. Dapat dilakukan oleh/dengan seluruh tubuh atau sebagian yaitu tangan atau kaki.

NO.
BENTUK LATIHAN KELINCAHAN
KETERANGAN
1
Lari bolak-balik (shuttle run)
Atlet berlari bolak balik secepatnya dari titik yang satu ke titik yang lain  sekitar 10 kali.
2
Lari zig-zat
Hampir sama dengan lari bolak balik, kecuali harus melalui beberapa titik
3
Lari halang rintang
Diatu ruangan ditempatkan beberapa rintangan seperti kursi, meja, bola, dan lain-lain kemudian atlet secepatnya melaui rintangan tersebut.
4
Latihan bayangan
Dengan berbagai pola













3.2.7.                 Kecepatan reaksii merupakan kemampuan yang terpenting dalam olahraga prestasi. Hampir semua hasil ditentukan oleh kemampuan ini apakah itu jenis olahraga permainan, olahraga beladiri, olahraga siklis, atau olahraga jenis akurasi sekali pun. Karena mayoritas atlet dituntut untuk melakukan lari (run), gerak (move), bereaksi (react), atau merubah arah (change direction) dengan cepat.
 Kemampuan ini merupakan kemampuan yang telah dilahirkan (genetic) dan keturunan (herediter) tergantung pada komposisi tipe otot. Kontraksi otot yang cepat terjadi karena proporsi serabut otot cepat (fast twitch fibers) lebih banyak dibandingkan dengan serabut otot lambat (slow twitch fibers).
Pada anak usia tahap permulaan, pelatihan kemampuan ini lebih diarahkan pada bentuk permainan untuk mendapatkan speed, agility dan quickness-nya.

Bentuk latihan reaksi

Keterangan
Speed games
Agility games
 Reaction games
Quickness games





3.2.8.               Koordinasi (coordination) adalah suatu kemampuan untuk mengkombinasikan beberapa gerakan dengan urutan yang benar tanpa menimbulkan ketegangan yang berarti. Koordinasi merupakan kemampuan biomotorik yang sangat kompleks, yang sangat erat hubungannya dengan kecepatan, kekuatan, daya tahan dan fleksibilitas. Koordinasi sangat penting untuk mempelajari dan memperbaiki gerakan tehnik dan taktik.
Koordinasi adalah suatu kemampuan biomotorik yang sangat kompleks (Harsono, 1988). Menurut Bompa (1994) koordinasi erat kaitannya dengan kecepatan, kekuatan, daya tahan, dan kelentukan. Oleh karena itu, bentuk latihan koordinasi harus dirancang dan disesuaikan dengan unsur-unsur kecepatan, kekuatan, daya tahan, dan kelentukan.
                    Bentuk latihan koordinasi sebaiknya melibatkan berbagai variasi gerak dan keterampilan,


Latihan-latihan koordinasi yang dianjurkan oleh Harre (Harsono, 1988) antara lain
a. Latihan-latihan dengan perubahan kecepatan dan irama.
b. Latihan-latihan dalam kondisi lapangan dan peralatan yang berubah-ubah (memodifikasi perlengkapan latihan).
c. Kombinasi berbagai latihan senam.
d. Kombinasi berbagai permainan
e. Latihan-latihan untuk mengembangkan reaksi
f. Lari halang rintang dalam waktu tertentu.
g. Latihan di depan kaca, latihan keseimbangan, latihan dengan mata tertutup
h. Melakukan gerakan-gerakan yang kompleks pada akhir latihan.
I. Latihan keseimbangan segera setelah melakukan koprol beberapa kali atau setelah berputar-putar di tempat.

3.2.9.         Ketepatan (accuracy) adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan gerak-gerak bebas terhadap suatu sasaran, sasaran ini dapat merupakan suatu jarak atau mungkin suatu obyek langsung yang harus dikenai dengan salah satu bagian tubuh.
Dalam penyusunan program latihan maka latihan fisik biasanya diberikan dimasa persiapan umum dengan proporsi paling besar diantara aspek-aspek latihan yang perlu di latihan, tetapi dimasa persiapan khusus biasa diberikan latihan fisik yang bersifat khusus sementara dimasa pra kompetisi atau kompetisi, latihan fisik diberikan latihan fisik khusus dengan tujuan mempertahankan kondisi fisik yang sudah diperoleh dimasa persiapan umum dan khusus
.
Bentuk latihan latihan menempatkan bola pada posisi posisi tertentu yang kira suliat di cankaulawan
 Melakukan latihan pukulan dengan cepat dan akurat.

3.3.ASPEK ASPEK LATIHAN FISIK

Dalam Upaya peningkatan prestasi  seorang atlit,  ada beberapa aspek latihan yang perlu mendapat perhatian serta dilatih secara sistimatis yaitu:
                                                             a)             Latihan Fisik
b)              Latihan Tehnik
c)               Latihan Taktik
d)            Latihan Mental
Keempat aspek latihan tersebut haruslah dilatih secara sistematik dan terencana berdasarkan prinsip-prinsip latihan yang telah dikaji keefektifitasannya.namun kali ini penulis hanya akan mengkaji tentang latihan fisik

a)       Latihan Fisik
            Merupakan komponen yang sangat mendasar dalam menentukan kemampuan seorang atlit untuk dapat menyelesaikan suatu program latihan maupun menampilkan prestasi yang prima dalam suatu pertandingan. Latihan ini merupakan pondasi dari seluruh aspek latihan yang perlu dilatih. Latihan ini terdiri dari beberapa komponen, antara lain: kekuatan, daya tahan, kelentukan, kecepatan, power, agilitas dan sebagainya. Dalam melatih komponen fisik tersebut diperlukan suatu program atau metode serta peralatan yang modern agar hasilnya dapat dicapai semaksimal mungkin. Latihan fisik itu sendiri mempunyai sejumlah komponen fisik yang perlu dilatih yaitu 10 komponen yang telah di paparkan di atas.
Metode latihan fisik dapat di bedakan menjadi 2 metode yaitu metode kontinyu dan interval. Metode kontinyu yaitu pemberian beban latihan yang cukup lama. Semakin lama cabang olahraga yang dilakukan maka beban latihan semakin lama.dalam latihan kontinyu ada 2 macam yaiti kontinyu intensitas tinggi dan intensitas rendah. Metode latihan kontinyu intensitas tinggi bertujuan untuk meningkatkan ambang laktat, sedangkan metode latihan intensitas rendah betujuan meningkatkan kemampuan aerobik. Sedangkan metode latihan interval merupakan metode latihan yang paling populer untuk meningkatkan kualitas kondisi fisik.latiahan ini lebih mengutamakan pemberian waktu istirahat, metode ini bertujuan meningkatkan kebugaran energi. Prinsip prisip latihan latihan harus sepanjang tahun tanpa beseling, latihan harus overload,prisip interval, prinsip spesealisasi, prinsip ulangan, prinsip latihan penyempurnaan.
Dasar penyusunan program latihan latihan sangatlah penting sebelum memulai latihan dasar pembentukan program latihan meliputi 5 komponen dasar siklus makro, siklos mikro, periode, fase, dan sesi latihan.
Siklus makro merupakan siklus latihan secara keseluruhan secara lengap sampai dengan periode latihan di mulai lagi.periode latihan peirode untuk menyiapkan kualitas fisik  atlet agar memnuhi persyaratan mengikuti kompetisi. Fase adalah sub bagian dari yang di pecah menjadi satuan 3-6 minggu. Siklus mikro merupakan penjabaran dari fase dalam satuan minggu..
Modifikasi program latihan yang telah dibuat dapat di modifikasi bila analisis  latihan tidak sesuai dengan tujuan yang telah di tetapkan. Jadi dalm pembuatan program latihan selain memperhatikan metode ilmiah kepelatihan juga harus memperhatikan mprinsip prinsip dalam pembuatan program latihan. Berikut ini beberapa progaram latihan harian, mingguan,bulanan,tahunan dalam menyiapan kondisi fisik untuk menyambut sebuah kompetisi.

3.4.PRINSIP PRINSIP LATIHAN FISIK
Sukses tidaknya seorang pelatih dalam kariernya banyak bergantung pada pemahamannya mengenai ilmu-ilmu yang erat hubungannya dengan coaching, misalnya ilmu faal, ilmu gizi, mekanika tubuh, sosiologi, kepemimpinan, dan sebagainya. Oleh karena itulah coaching sebenamya adalah suatu ilmu atau lebih tepat ilmu terapan.
Selain ilmu, kiat atau seni melatih juga penting dimiliki oleh seorang pelatih. Kalau ilmu adalah the what, maka seni adalah the how dari coaching. Seninya terletak pada implementasi, cara penerapan dari fakta-fakta ilmiah dalam praktek melatihnya. Untuk memungkinkan peningkatan prestasi, latihan haruslah berpedoman pada teori-teori serta prinsip-prinsip latihan yang sudah diterima secara universal. Tanpa berpedoman pada teori serta prinsip-prinsip latihan yang benar, latihan seringkali menjurus ke praktekmalpractice dan ke latihan yang tidak sistematis, sehingga prestasi pun sukar meningkat.

a)    Pemanasan (Warming-Up)
                    Pemanasan tubuh penting dilakukan sebelum latihan khususnya latihan fisik untuk menghindari terjadinya cedera pada atlet . Tujuan pemanasan adalah untuk mengadakan perubahan dalam fungsi organ tubuh kita guna menghadapi kegiatan yang lebih berat. Kecuali untuk memanaskan tubuh, kegunaan lainnya ialah agar (a) atlet terhindar dari bahaya cedera, (b) terjadi koordinasi gerak yang mulus, (c) ekonomis dalam sistem faal tubuh, dan (d) kesiapan mental atlet kian meningkat.
       Bentuk latihan apa yang sebaiknya diberikan dalam pemanasan tubuh ? Sebaiknya dimulai dengan latihan peregangan statis, disusul dengan lari beberapa ratus meter, dilanjutkan dengan peregangan dinamis, dan diakhiri dengan wind sprints atau lari akselerasi. Kemudian dilanjutkan dengan pemanasan khusus cabang olahraga seperti latihan shadow play sesuai dengan pola gerak yang akan dilatih pada waktu itu.
                    Seusai berlatih, intensitas kerja tubuh sebaiknya diturunkan sedikit demi sedikit melalui pendinginan tubuh (warming-down) dengan cara jogging lambat-lambat, senam ringan, dan diakhiri dengan latihan peregangan statis atau pasif. Lebih baik lagi kalau diakhiri dengan latihan relaksasi.Dengan warming-down (cool down) maka (a) lactic acid yang timbul karena latihan berat akan lebih mudah hilang atau berkurang dengan latihan yang ringan ketimbang dengan istirahat total dan (b) dengan aktivitas ringan (cool down), sirkulasi darah di anggota-anggota tubuh akan tetap lancar sehingga menghindari kemungkinan kaku-kaku dan sakit-sakit otot keesokan hari.

b)   Prinsip Beban Lebih (Overload)
            Prinsip overload adalah prinsip latihan yang menekankan pada pembebanan latihan yang lebih berat daripada yang biasanya dan biasanya dilakukan oleh atlet. Atlet harus selalu berusaha berlatih dengan beban yang lebih berat daripada yang dilakukannya saat itu, artinya berlatih dengan beban yang berada di atas ambang rangsang.
Kalau beban latihan terlalu ringan (di bawali ambang rangsang), maka berapa lamapun dia berlatih, berapa seringpun dia berlatih atau sampai bagaimana lelahpun dia mengulang-ulang latihan itu, peningkatan prestasi tidak akan mungkin.
Overload training ini bisa diterapkan terhadap semua unsur latihan, yaitu terhadap latihan teknik, taktik, fisik maupun mental. Penerapan  rangsangan   overload harus   dilakukan   secara   bertahap, progresif,  akan tetapi  diselingi  dengan  masa-masa pemulihan  atau penurunan intensitas dan volume latihan. Jadi:
1)         Istirahat yang cukup setiap hari adalah penting.
2)         Hari-hari latihan berat harus diselingi dengan hari-hari latihan ringan.
3)         Rencana latihan haras disusun dalam siklus-siklus, yaitu misalnya setelah latihan puncak, latihan kemudian diturunkan intensitas dan volumenya.
Oleh karena itu, agar efektif hasilnya, latihan overload sebaiknya menganut "sistem tangga" (step-type approach),\

.
c)       Prinsip Perkembangan Multilateral
Prinsip perkembangan menyeluruh atau multilateral sebaiknya diterapkan pada atlet-atlet muda. Pada permulaan belajar mereka harus dilibatkan dalam beragam kegiatan agar dengan demikian mereka memiliki dasar-dasar yang lebih kokoh guna menunjang ketrampilan spesialisasinya kelak. Oleh karena itu, berdasarkan teori tersebut, pelatih sebaiknya jangan terlalu cepat membatasi atlet dengan program latihan yang menjurus kepada perkembangan spesialisasi yang sempit pada masaterlampau dini. Prinsip perkembangan multilateral didasarkan pada fakta bahwa selalu ada interdependensi (saling ketergantungan) antara semua organ dan sistem tubuli manusia, antara komponen-komponen biomotorik dan antara proses-proses faaliah dengan psikologis.
Banyak pelatih kita yang menerapkan spesialisasi terlalu dini seperti misalnya dalam olahraga bulu tangkis, senam, renang, tenis,tenis meja, dan sebagainya. Barulah kalau atlet sudah mulai "dewasa" dan cukup matang untuk memasuki tahap latihan berikutnya, sifat latihan bagi dia bisa dimulai menuju ke spesialisasi. Dengan demikian maka jalan menuju ke top prestasi biasanya juga akan lebih mulus.

d)   Prinsip Intensitas Latihan
Perubahan fisiologis dan psikologis yang positif hanyalah mungkin apabila atlet dilatih atau berlatih melalui suatu program latihan yang intensif, dimana kita seeara progresif menambahkan beban kerja, jumlah pengulangan gerakan (repetition), serta kadar intensitas dari repetisi tersebut.
Ada beberapa teori yang dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk menentukan kadar intensitas latihan seorang atlet (khususnya untuk memperkembang daya tahan kardiovaskular). Salah satunya ialah teoriKatch dan McArdle (1983) sebagai berikut:
Intensitas latihan dapat diukur dengan cara sebagai berikut:
(1)    Mula-mula dihitung denyut nadi maksimal (DNM) dengan ramus :
Denyut Nadi Maksimal (DNM) = 220 - umur
(2)     Lamanya berlatih  dalam   training zone juga  menentukan  intensif tidaknya latihan.
Untuk atlet: 45-120 menit.

e)   Prinsip Kualitas Latihan
Berlatih seeara intensif saja belumlah cukup apabila latihan itu tidak berbobot, bermutu, berkualitas. Orang bisa saja berlatih keras sampai habis napas dan tenaga, akan tetapi hasil latihannya tidak bermutu. Lalu apa yang dimaksud dengan latihan yang berkualitas?
Latihan yang berkualitas adalah:
(1) Apabila latihan dan drill-drill yang diberikan memang benar-benar bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan.
(2)     Apabila koreksi-koreksi yang tepat dan konstruktif sering diberikan pada latihan tersebut.
(3)     Apabila pengawasan dilakukan oleh pelatih sampai kedetil gerakan dan setiap kesalahan segera diperbaiki.
(4)     Apabila prinsip-prinsip overload diterapkan, baik dalam aspek fisik maupun mental. Meskipun kurang intensif, latihan yang bermutu sering lebih berguna ketimbang latihan yang intensif tetapi tidak bermutu.
Kekeliruaan adalah bahwa mereka lebih menekankan pada lamanya latihan dan bukan pada mutu dan penambahan beban latihannya. Latihan sebaiknya berlangsung singkat tetapi berisi dan padat dengan kegiatan yang bermanfaat.
Jika latihan berlangsung terlampau lama dan terlalu melelahkan, maka akan memandang setiap latihan sebagai siksaan sehingga akan enggan berlatih esok harinya.

f)        Prinsip Berpikir Positif
Banyak atlet atau masyarakat yang berolahraga, tidak mau atau tidak berani melakukan latihan yang berat melebihi ambang rangsangannya. Padahal tubuh manusia biasanya mampu untuk memikul beban yang lebih berat daripada yang kita perkirakan.
Pada atlet masalahnya biasanya terletak pada kata hatinya, bisikan kalbunya, inner speakingnya.Kalau inner speakingnya negatif (misalnya "Saya capek, otot-otot sakit, kalau lari terus bisa-bisa saya pingsan nanti", dan sebagainya), maka memang dia akan capek, sakit, berhenti berlari. Tetapi kalauinner speakingnya berubah menjadi positif, maka behaviournya (perilakunya) biasanya juga akan berubah. Kalau misalnya dia berkata "Saya tidak mau kalah, tidak mau menyerah, saya kuat", maka biasanya dia juga akan lebih kuat, karena merasa lebih kuat.
Jacobson (Vanek dan Cratty:1970) dalam Harsono berpendapat bahwa di dalam tubuh kita ada "mind-body connection" atau hubungan langsung dari otak ke otot. Demikian pula Weinberg (1988) yang mengatakan bahwa biasanya "The mind controls the body", artinya apa yang kita pikirkan akan termanifestasikan dalam perilaku (gerakan kita).[8]
Kalau mau berprestasi, atlet harus berani go beyond the pain, harus berusaha untuk mau merasa sakit dalam latihan. Pelatih harus tahu bagaimana inner speaking atlet, apa yang mereka katakan kepada dirinya sendiri dan pelatih harus influence inner speakingnya, melatih mereka untuk selalu berpikir positif dan optimistis, mengubah subconcious mind ini, akan percuma saja. Ada ungkapan begini "We cannot achieve what we do not believe we can achieve".

g)      Variasi Dalam Latihan
ukan dengan benar biasanya banyak menuntut waktu, pikiran dan tenaga. Karena itu bukan mustahil kalau latihan yang intensif dan terus-menerus kadang-kadang bisa menimbulkan rasa bosan (boredom). Kalau rasa boredom sudah berkecamuk, maka gairah dan motivasi untuk berlatih biasanya menumn atau bahkan hilang sama sekali. Jelas bahwa keadaan demikian dapat menyebabkan penurunan prestasi.
Karena itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk mencegah timbulnya kebosanan berlatih, misalnya dengan cara merencanakan dan menyelenggarakan variasi-variasi dalam latihan. Peran pelatih disini menjadi penting, yaitu harus kreatif dan pandai merancang serta menerapkan berbagai bentuk variasi latihan. Variasi latihan dapat berbentuk permainan rekreatif dengan bola, lari lintas alam yang menyenangkan, naik sepeda ke luar kota atau ke gunung, berenang, perlombaan estafet, berkemah, mendaki gunung, dan sebagainya. Kecuali membawa kegembiraan berlatih, beberapa unsur fisik tetap akan turut terlatih, misalnya daya tahan, kekuatan, kelincahan dan beberapa unsur lainnya.
       
h)      Prinsip Individualisasi
Tidak ada dua orang yang rupanya persis sama dan tidak ada pula dua orang (apalagi lebih) yang secara fisiologis persis sama. Setiap orang mempunyai perbedaan individu masing-masing. Demikian pula, berbeda dalam kemampuan, potensi dan karakteristik belajamya. Begitu pula dengan kondisi fisik setiap orang pasti berbeda sejak dilahirkan, oleh karena itu dalam pemberian beban latihan fisik kepada atlet harus disesuaikan dengan kondisi awal atlet dengan cara melakukan pengukuran kondisi fisik atlet tenis meja seperti yang dijelaskan dalam pengukuran instrument kondisi fisik atlet.
Oleh karena itu setiap individu berbeda dalam segi fisik maupun mental, maka setiap individu akan memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap suatu beban latihan yang diberikan oleh pelatih. Ada yang merasakan bebannya terlalu berat, ada yang merasa terlalu enteng dan ada juga yang merasa bebannya cukup. Oleh karena itu training akan selalu merupakan suatu persoalan pribadi dan tidak dapat begitu saja dipukul ratakan. Training haruslah direncanakan dan disesuaikan bagi setiap individu agar dengan demikian dapat menghasilkan hasil yang paling baik bagi setiap individu tersebut.

i)        Penetapan Sasaran (Goal Setting)
Seringkali suatu tim atau atlet tidak berlatih dengan sungguh-sungguh atau kurang motivasinya untuk berlatih disebabkan karena tidak ada tujuan atau sasaran yang jelas untuk apa tim atau atlet itu berlatih. Oleh karena itu menetapkan sasaran-sasaran latihan untuk atlet adalah penting. Beberapa alasan mengapa penentuan sasaran adalah penting bagi atlet adalah :
(1)  Sasaran merupakan sumber motivasi dan sumber untuk action serta dapat membangkitkan kegairahan untuk berlatih.
(2)            Berlatih dengan tujuan tertentu dapat menambah konsentrasi, usaha, motivasi dan semangat berlatih.
(3)            Atlet dapat mengukur rencana kegiatannya, siasat serta usaha-usaha untuk mencapai sasaran tersebut.
(4)            Atlet  secara  mental  terikat (commited)  dan  merasa wajib  untuk mencapai sasaran tersebut.
(5)            Mendidik sifat positif.
(6)            Merupakan umpan balik (feedback) bagi atlet maupun pelatih.
(7)            Kalau sasaran berhasil dicapai, atlet akan memperoleh suatu kebanggaan tersendiri sehingga sukses tersebut akan mendorongnya untuk mencapai sasaran yang lebih tinggi.
Beberapa kriteria penetapan sasaran adalah :
(1)  Tetapkan sasaran jangka panjang, menengah, pendek.
(2)  Harus spesifik dan dapat diukur seobyektif mungkin.
      Sebagai contoh, sasaran atlet setelah berlatih dua bulan adalah mampu berlari sejauh 2400 m dalam waktu 12 menit. Sasaran demikian adalah spesifik dan objektif. Berbeda dengan sasaran yang berbunyi "Setelah berlatih selama dua bulan, kondisi atlet harus sudah baik". Sasarandemikian tidak spesifik dan tidak bisa diukur secara objektif.
(3)            Sasaran harus berat, namun realistik dan dalam batas kemampuan atlet untuk dicapai (didasarkan pada RPL). Kalau sasaran terlampau tinggi atau terlampau berat, yang dengan daya apapun sukar dicapai, maka atlet akan mengalami frustasi, putus asa, kecewa dan hilang motivasi.
(4)            Ditetapkan bersama oleh pelatih dan atlet. Atletlah yang harus mempunyai ambisi, bukan pelatih.
(5)            Sesuai dengan perbedaan dan kemampuan individu setiap atlet.
(6)            Jangan tetapkan terlalu banvak sasaran sekaligus.
(7)            Terlalu banyak sasaran akan menyebabkan energi fisik dan mental terpilah-pilah sehingga tidak bisa       dipusatkan pada satu titik konsentrasi atau tujuan tertentu.
(8)            Nyatakan sasaran-sasaran secara tertulis.
Tetapkan juga sasaran untuk prestasi perilaku dan mental bukan hanya prestasi ketrampilan fisik. Selain kriteria tersebut di atas, sebaiknya sasaran juga ditetapkan atas dasar keberhasilan dalam melakukan ketrampilan alih-alih dasar hasil pertandingannya (performance goal oriented instead of outcome goal). Performance goal adalah sasaran yang menekankan pada keberhasilan melakukan suatu ketrampilan teknik atau taktik. Sedangkan outcome goal menekankan pada hasil akhir yang ingin dicapai, yaitu kemampuan.
Sukses dalam olahraga biasanya dinilai orang sebagai suatu hal yang terhormat. Dan banyak orang menggangap sukses sama dengan menang dalam pertandingan dan menyamakan kalah dengankegagalan. Karena itu, kalau mereka kalah bertanding, meskipun telah bermain gemilang, mereka tetap merasa bahwa mereka telah gagal. Kemudian timbul frustasi dan bahkan marah. Sebaliknya kalau mereka menang, meskipun benuain jelek sekali, mereka menganggap bahwa mereka sukses.
Sebenarnya dalam keadaan kalahpun kita bisa sukses dan sebaliknya dalam keadaan menang kita bisa gagal. Dalam pertandingan voli kita bisa kalah, akan tetapi puas oleh karena kita telah bermain dengan baik. Sering kita baca di koran bahwa pemain-pemain dunia tenis sangat puas dengan permainannya sendiri meskipun hasilnya kalah. Sebaliknya banyak pula yang menang bertanding akan tetapi merasa kurang sukses karena permainannya tidak sebagaimana diharapkannya. Kebetulan sajalawannya lemah atau tidak dalam kondisi yang baik
.
j)     Prinsip Perbaikan Kesalahan
Kalau atlet sering melakukan kesalahan gerak (misalnya kesalahan melakukan servis, topspin, ataupun block), maka pada waktu memperbaiki kesalahan tersebut pelatih harus menekankan pada penyebab terjadinya kesalahan. Pelatih harus berusaha untuk secara cermat mencari dan menemukan sebab-sebab timbulnya kesalahan.
Karena itu prinsip yang mengatakan "Coach causes, not symptoms". Maksudnya ialah "Latihlah sebab-sebab terjadinya kesalahan, bukan gejalanya". Sebagai contoh, kalau atlet dalam peneriman servis atau saat melakukan topspin sering mengalami kesalahan yang menyebabkan point buat lawannya, jangan pelatih mengatakan "return servis dan topspinnya kurang bagus sih". Yang mesti dicari adalah penyebab mengapa return servis dan topspinnya sering mengalami kegagalan. Bisa karena factor fisik atau karena kurang konsentrasi sehingga kurang memahami putaran bola.
Kalau terjadi beberapa kesalahan sekaligus, misalnya olah kaki kurang kurang terkoordinasi dengan tangan, tubuhnya kurang melenting, lengan tidak lurus, sehingga topspinnya lemah atau gagal, perbaikilah setiap teknik terlebih dahulu dan jangan mencoba untuk memperbaiki semua kesalahan sekaligus. Mulailah misalnya dengan memperbaiki footworknya dengan latihan shadow play (bayangan) didepan cermin, jika teknik melangkahnya sudah berhasil diperbaiki, barulah pindah ke teknik bagian yang lain, misalnya pukulan topspinnya atau balik badannya. Metode ini disebut metode drill-on parts.

k)   Prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan latihan beban

(1)        Weight training harus didahului oleh warm-up yang menyeluruh.
(2)        Prinsip overload harus diterapkan, karena perkembangan otot akan terjadi apabila otot-otot tersebut   dibebani dengan tahanan yang kian bertambah berat. Latihan dengan beban yang ringan tidak dapat meningkatkan kekuatan.
(3)        Latihan weight training harus diawasi oleh seorang pelatih yang mengerti betul tentang weight training. Supervisi harus selalu diberikan dengan teliti.
(4)        Selama latihan pengaturan pernapasan haruslah diperhatikan. Buang nafas pada waktu melakukan bagian yang terberat dari pada bentuk latihan, dan ambil napas pada waktu bagian yang terentang atau pada fase relaksasi dari pada latihan. Janganlah menahan nafas, sebab hal ini akan mengakibatkan hal-hal yang tak diinginkan terhadap peredaran darah.
(5)        Setiap mengangkat, mendorong atau menarik beban haruslah dilakukan dengan tehnik yang benar.
(6)        Repetisi sedikit dengan beban maksimal akan menghasilkan adaptasi terhadap kekuatan artinya akan membentuk kekuatan. Sedangkan repetisi banyak (15 - 20) ulangan) dengan bebanringan pada umumnya akan menghasilkan peningkatan daya tahan.
(7)        Setiap bentuk latihan haruslah dilakukan dengan luas gerakan persendian yang seluas-luasnya, dengan demikian fleksibilitas juga akan turut terlatih. Kebiasaan berlatih dengan melakukan gerakan-gerakan dalam ruang gerak yang sempit dan terbatas akan menghasilkan pemendekan yang permanen daripada otot-otot, dan inilah yang merupakan salah satu sebab dari pada"muscle boundness" otot-otot yang demikian biasanya pendek, pekat, kaku dan lamban. Setiap mengangkat atau menekan harus dilakukan dengan cepat. Dengan demikian faktor kecepatan akan terlatih.

Proses latihan kondisi dalam olahraga adalah suatu proses yang harus dilakukan dengan hati-hati, dengan sabar dan penuh kewaspadan terhadap atlet. Melalui latihan yang berulang-ulang dilakukan, yang intensitas dan kompleksitasnya sedikit demi sedikit bertambah, lama-kelamaan seorang pemain akan berubah menjadi seorang pemain yang lincah, terampil dan berhasil guna.
Setelah pemain mencapai tingkat kondisi yang baik untuk menghadapi musim-musim berikutnya, latihan-latihan kondisi tersebut harus tetap dilanjutkan selama musim dekat perlombaan, meskipun tidak seintensif seperti sebelumnya. Maksudnya adalah tingkatan kondisi fisik dapat tetap dipertahankan selama musim-musim tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

Herawati, Lilik, Dkk .Fitness,surabaya.depertemen ilmu faal fakultas ilmu kedokteran universitas airlangga.
nhttp://youn1v3a.blogspot.com/2012/01/bentuk-bentuk-latihan-fisik.html

Pate, R, R, Bruce, McClenaghan, Tobert, Rotella, Clegan, 1984. Seiculifis Fundation of Coaching.Phliladelphia: Terjemahan oleh Kasiyo Dwijowinoto. 1993. Semarang: IKIP Semarang Press.

Bompa, T.O., Theory and Methodology of Training. The Key to Athletes Performance, Second Edition 1990 Rendall/Hunt Publishing Co., 2460 Kerper E:. m PO Box 539 Dubuque, IOWA.










No comments:

Post a Comment